Potensi Tanah Longsor di Pulau Jawa Hingga 70 Persen

Tanah Retak/ANTRA FOTO WARGA mengamati lokasi tanah yang ambles akibat bencana pergerakan tanah di Dusun Delik, Candigaron, Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis 2 Maret 2017. Bencana yang menyebabkan amblesnya tanah sepanjang ratusan meter dengan kedalaman 1,5 meter hingga 2 meter tersebut menyebabkan 1 rumah roboh, 4 rumah rusak, dan dikhawatirkan mengancam permukiman yang dihuni 400 keluarga.*
Tanah Retak/ANTRA FOTO
WARGA mengamati lokasi tanah yang ambles akibat bencana pergerakan tanah di Dusun Delik, Candigaron, Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis 2 Maret 2017. Bencana yang menyebabkan amblesnya tanah sepanjang ratusan meter dengan kedalaman 1,5 meter hingga 2 meter tersebut menyebabkan 1 rumah roboh, 4 rumah rusak, dan dikhawatirkan mengancam permukiman yang dihuni 400 keluarga.*

YOGYAKARTA,(PR).- Tanah di Pulau Jawa labil, sehingga sering memicu pergerakan tanah yang mengakibatkan longsor. Demikian diungkapkan peneliti dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Agus Setyo Muntohar di Yogyakarta, Minggu, 5 Maret 2017.”Potensi tanah longsor itu bisa dikatakan 60 hingga 70 persen terjadi di lereng-lereng Pulau Jawa. Labilnya itu karena tanah di Jawa merupakan tanah residu dan banyak pelapukan,” katanya.Menurut Agus, jenis tanah residu itu adalah hasil letusan gunung berapi. Tanah residu yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. “Faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan tanah tersebut meliputi beberapa hal, di antaranya kondisi geologi, kemiringan lereng, dan tata guna lahan,” ujar Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Pada umumnya, kata dia, gerakan tanah banyak terjadi di lereng tersusun oleh tanah residu yang merupakan pelapukan dari batuan dasar berupa breksi vulkanik dan pasir tufaan berumur kuarter. “Untuk memprediksi tanah longsor dapat menggunakan pendekatan deterministik-probabilistik. Sistem pemantauan dan peringatan itu berperan untuk mengurangi dampak dari aktivitas longsor,” tuturnya.Agus mengatakan, sistem “monitoring” (pemantauan) dan “warning” (peringatan) tanah longsor itu berperan untuk mengumpulkan informasi. Sistem tersebut bisa digunakan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari aktivitas longsor. Jadi, sistem yang dibuat bisa memprediksi ketika akan terjadi bencana tanah longsor, dengan cara memperhatikan kemiringan tanah, pengaruh rembesan hujan, dan kuantitas curah hujan. “Selama ini di Indonesia belum ada sistem prediksi tanah longsor, dan yang ada alat atau ‘warning system’ ketika sudah terjadi tanah longsor,” katanya.***

Leave a Comment