Bencana Longsor Masih Berpotensi Terjadi di Puncak

Lokasi longsor di Puncak Pass beberapa waktu lalu/Foto: dok. Istimewa
Lokasi longsor di Puncak Pass beberapa waktu lalu/Foto: dok. Istimewa

Bandung – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) menilai bencana tanah longsor masih berpotensi kembali terjadi di Puncak Pass, Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Pasalnya, bencana tanah longsor di satu wilayah kerap berulang.
Berdasarkan catatan PVMBG bencana longsor pertama di Puncak terjadi pada tahun 2009 lalu. Kemudian bencana longsor kembali terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Di awal 2018 ini bencana longsor di Puncak sudah terjadi sebanyak dua kali. Pertama pada Februari dan terakhir pada 28 Maret lalu.
“Gerakan tanah sering berulang contohnya yang di Cipanas (Puncak). Ini masih berpotensi longsor susulan,” kata Kepala PVMBG Kasbani, saat menggelar konferensi pers, di Kantor Badang Geologi, Kota Bandung, Selasa (3/4/2018).
Selain itu, Kasbani mengatakan, berdasarkan peta potensi pergerakan tanah yang dikeluarkan Badan Geologi menunjukkan kawasan Puncak masih berada dalam zona merah bencana pergerakan tanah. Artinya, kata dia, bencana longsor masih berpotensi di wilayah tersebut.
“Puncak masuk daerah merah (bencana tanah longsor). Termasuk yang Ciloto juga,” kata Kasbani.
Di lokasi yang sama, Kepala Bidang Mitigasi Bencana, PVMBG Agus Budianto menambahkan, pihaknya sudah memberikan rekomendasi untuk penanganan bencana tanah longsor di wilayah puncak. Ada 12 rekomendasi yang dikeluarkan pasca longsor yang terjadi Februari lalu.
“Rekomendasi ini sudah diinfokan kepada pihak-pihak terkait. Salah satu rekomendasinya adalah masih adanya potensi longsor susulan di wilayah itu,” ujar Agus.
Berikut isi dari rekomendasinya :
1. Selalu meningkatkan kewaspadaan bagi masyarakat yang beraktivitas di sekitar longsor terutama saat dan setelah terjadi hujan yang berlangsung lama.
2. Segera membersihkan material longsoran. Aktivitas ini agar dilakukan dengan selalu memperhatikan kondisi cuaca dan faktor keselamatan
3. Tidak beraktivitas di sekitar lokasi gerakan tanah dan dekat dengan alur lembah yang berpotensi menjadi jalan mengalirnya material longsoran dan tebing cura saat atau setelah hujan dengan intensitas tinggi.
4. Membuat penguatan pada lereng di bawah jalan dengan tiang pancang yang kuat dan menembus batuan dasa.
5. Membuat pelebaran jalan ke arah lereng bagian atas jalan. Pemotongan lereng hendaknya dilakukan dengan memperhatikan kaidah kestabilan lereng.
6. Penataan saluran drainase di kanan dan kiri badan jalan dengan material kedap air. Saluran drainase itu langsung dialirkan ke lereng lembah atau arah sungai dan menghindari genangan air pada daerah datar.
7. Segera merelokasi pemukiman, terutama yang berada di tepi gawir longsoran.
8. Merelokasi bangunan atau kios-kios di pinggir jalan yang berada lereng terjal.
9. Memasang rambu peringatan rawan longsor pada jalur jalan.
10. Ke depan agar tidak mendirikan bangunan pada jarak yang terlalu dekat dengan tebing, alur lembah, aliran sungai yang berpotensi menjadi jalan mengalirnya longsoran.
11. Tidak melakukan aktivitas yang dapat mengganggu kestabilan lereng, seperti pemotongan lereng sembarangan, penebangan pohon besar sehingga memicu gerakan tanah.
12. Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana tanah longsor.
(avi/avi)

Leave a Comment