Pemicu Longsor Ponorogo Versi UGM

Tim SAR mengerahkan alat berat untuk mencari korban longsor di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Minggu (2/4). Bencana tanah longsor yang terjadi Sabtu kemarin menimbun puluhan rumah, sedangkan 28 warga dinyatakan hilang. (JUNI KRISWANTO/AFP)
Tim SAR mengerahkan alat berat untuk mencari korban longsor di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Minggu (2/4). Bencana tanah longsor yang terjadi Sabtu kemarin menimbun puluhan rumah, sedangkan 28 warga dinyatakan hilang. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Liputan6.com, Yogyakarta Tim kaji cepat Universitas Gajah Mada (UGM) memetakan beberapa pemicu longsor di Desa Banaran, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu, 1 April 2017. Beberapa pemicu itu adalah kemiringan tebing, struktur batuan, perubahan tata guna lahan, dan curah hujan tinggi.”Penyebab longsor di Ponorogo ini memang cukup kompleks,” kata anggota tim kaji cepat UGM Bagus Bestari Kamarulah di Ponorogo, Selasa (4/4/2017), dilansir Antara.
Ia menyebutkan kemiringan tebing yang mencapai 60 derajat menimbulkan risiko pergeseran tanah tinggi. Selain itu, struktur tanah dan batuan yang longsor merupakan hasil pelapukan dari gunung berapi.”Jenis batuan itu memiliki sifat lepas-lepas, sehingga sangat rawan sekali terjadi longsor,” kata Bagus.Bagus mengungkapkan, dari pengamatan yang dilakukan tim kaji cepat UGM bersama tim peneliti dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), ditemukan adanya zona lemah sepanjang 1,5 kilometer dari titik nol longsor hingga ke sisi selatan. Sementara itu, kondisi tata guna lahan yang ada di lereng perbukitan juga cukup memprihatinkan, karena banyak dijumpai tanaman yang tidak layak berada di kawasan lereng.”Tanaman yang tumbuh di sekitar lereng lokasi longsor ini adalah tanaman jahe yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat, kemudian ada juga bambu, tanaman bambu.
Jenis-jenis itu tidak cocok di tebing, harusnya di bawah tebing,” kata dia.Menurut Bagus, pemicu longsor besar di Banaran adalah tingginya curah hujan yang ada di sekitar kawasan lokasi bencana. Hujan bahkan diinformasikan mengguyur selama tiga hari sebelum kejadian secara terus-menerus dengan intensitas tinggi.”Sehari sebelum kejadian itu, hujan terjadi mulai dari sore hingga tengah malah. Kondisi itu memicu terjadinya serapan air dalam tanah cukup tinggi, sehingga tanah dalam kondisi jenuh air,” ujar dia.Tim kaji cepat juga mengkaji potensi longsor susulan dari tebing yang ada di kanan-kiri lokasi bencana saat ini.Longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo terjadi pada Sabtu lalu sekitar pukul 08.00 WIB. Longsor menimbun dan mengubur 35 rumah dan 28 warga yang sedang berladang memanen jahe, sementara sebagian masih di rumah masing-masing.

Awas Longsor Susulan

Pencarian puluhan korban hilang tertimbun longsor Ponorogo, tepatnya di Dukuh Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jatim. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Pencarian puluhan korban hilang tertimbun longsor Ponorogo, tepatnya di Dukuh Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jatim. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengimbau seluruh unsur SAR dan masyarakat dalam kawasan terdampak bencana Desa Banaran, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur mengantisipasi potensi longsor susulan seiring hujan deras mengguyur kawasan ini.”Dari evaluasi kami bersama PVMBG dan Tim Geologi UGM yang harus tetap diwaspadai adalah potensi longsor susulan,” kata Deputi Penanggulangan Kedaruratan Bencana BNPB Tri Budiarto.
Kerawanan longsor semakin tinggi karena hujan beberapa kali mengguyur dengan intensitas curah sedang dan tinggi, sehingga proses pencarian korban hilang dua kali dihentikan pada hari pertama (Minggu, 2/4) dan kedua (Senin, 3/4).”Bukan tidak mungkin risiko longsor susulan itu terjadi. Tapi kalau tidak ya tidak apa-apa,” katanya pula.
Tri Budiarto mengatakan, saat ini langkah mitigasi lanjutan yang dilakukan BNPB bersama seluruh unsur SAR, baik BPBD, TNI, Polri maupun lainnya untuk aktif melakukan sosialisasi.”Dari gambaran ini, kewaspadaan harus terus diingatkan. Tidak hanya bagi masyarakat setempat, tapi juga berlaku di seluruh tempat baik di Jatim, Jawa Tengah maupun Jawa Barat mengingat intensitas curah hujan yang tinggi,” ujarnya lagi.
Terkait proses pencarian korban sejauh ini baru menemukan tiga korban hilang, Budiarto menegaskan akan terus dilakukan hingga H+7.Menurutnya, diperpanjang atau tidak upaya pencarian akan diputuskan setelah dilakukan evaluasi oleh Basarnas bersama seluruh potensi SAR yang ada.”Tentu akan dibahas lagi oleh tim terpadu, apakah diperpanjang atau tidak. Prosedurnya begitu,” kata dia.Jika pun nantinya proses pencarian diputuskan harus dihentikan setelah dilakukan evaluasi bersama tim terpadu itu, Budiarto memastikan hal itu bakal diumumkan kepada publik.”Ya, kalau keputusannya dihentikan itu artinya korban akan dikubur bersama di lokasi bencana. Nanti tanah akan kami ratakan,” kata Budiarto.Demikian pula apabila hasil evaluasi memutuskan bahwa pencarian akan dilanjutkan, Tri Budiarto memastikan bahwa keputusan itu juga disampaikan kepada publik secara langsung maupun melalui media massa.

Leave a Comment